Film Rashomon

By Ponco Adi Nugroho - March 22, 2021

Nyanpasu!

Seperti tulisan sebelumnya, aku nggak akan menilai film ini secara objektif (soalnya ga bisa ehehe). Semua pendapat, tanggapan, maupun penangkapanku tentang film ini sangat subjektif.

Barangkali ada pecinta film garis keras yang udah nonton film ini dan nggak sengaja baca tulisan ini... beri saya pencerahan, ehe.


 

Sutradara: Akira Kurosawa

Produser: Minoru Jingo

Skenario:  Akira Kurosawa, Shinobu Hashimoto

Pemeran: Toshiro Mifune, Masayuki Mori, Machiko Kyo, Takashi Shimura, Minoru Chiaki

Musik: Fumio Hayasaka

Sinematografi: Kazuo Miyagawa

Penyunting: Akira Kurosawa

Tanggal rilis: Jepang: 25 Agustus 1950 Amerika Serikat: 26 Desember 1951

Durasi: 88 menit




Alasan Nonton Film Rashomon

Dibanding Akira Kurosawa, aku lebih dulu kenal Ryunosuke Akutagawa, yaitu penulis cerpen Rashomon (cerpennya sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia). Dari segi penceritaan, gagasan, dan amanat, aku suka dengan cerpen-cerpen karya Ryunosuke Akutagawa. Dari situlah aku penasaran dan tertarik dengan pengalih wahanaan cerpen Rashomon ke film.

Selain itu, karena aku emang suka dengan hal-hal yang berbau Jepang, ehehe, jadinya setiap nyari film yang mau ditonton pasti yang pertama aku tuju adalah film-film Jepang. 


Antara Film dan Cerpennya

Setelah selesai nonton filmnya, ternyata tema, tokoh dan alur cerita film ini bukan diambil dari cerpen yang berjudul Rashomon, tapi diambil dari cerpen yang berjudul Di Dalam Belukar. Unsur yang diambil dari cerpen Rashomon dalam film ini adalah latar tempatnya. Rashomon menjadi salah satu latar tempat di film ini.

Aku menemukan beberapa pebedaan antara film dan cerpennya. Ada penambahan dan pengurangan tokoh, lalu awal dan ending antara film dan cerepnnya juga berbeda.

Di filmnya, cerita dibuka dengan adegan seorang penebang kayu dan pendeta sedang berteduh di reruntuhan Rashomon. Terlihat jelas bahwa keduanya baru saja mengalami suatu peristiwa yang membuat mereka bingung dan terkejut. Lalu datang seseorang berlari ke arah Rashomon untuk berteduh. Orang tersebut penasaran dan mendekati si penebang kayu. Kemudian, si penebang kayu dan pendeta menceritakan “cerita aneh” tentang peristiwa pembunuhan kepada orang itu.

Kalo di cerpen Di Dalam Belukar, cerita langsung dibuka pada adegan kesaksian si penebang kayu di hadapan penyidik (di filmnya juga ada adegan ini). 





Apa yang Aku Suka dengan Film Ini

Aku suka dengan teknik penceritaan yang dipakai di film ini, yaitu menggunakan teknik penceritaan yang mengambil banyak sudut pandang. Beragamnya sudut pandang yang ada menurutku menjadi kekuatan film ini.

Cerita dibangun oleh pengakuan para saksi, korban dan pelaku sebuah pembunuhan di hadapan penyidik. Masing-masing tokoh membawa kebenaranya sendiri-sendiri terhadap sebuah peristiwa yang terjadi.

Selain itu aku juga suka dengan ilustrasi musiknya. Bener-bener bisa ngebangun suasana-suasana yang ada di dalam setiap adegannya.


***


Buat yang suka film lawas, atau nggak masalah dengan film lawas (soalnya film ini masih pake warna hitam putih), aku saranin nonton film ini sih.

Udah dulu ya, makasih udah baca. Bye~

  • Share:

You Might Also Like

7 comments

  1. Ini blog baru ya, Co?

    Seingat saya kayaknya waktu itu assudahlah. Haha.

    Saya belum nonton filmnya, sih, tapi sudah baca kumcer Rashomon. Masih ingat jelas dengan kisah berbagai sudut pandang ini. Dituturkan lewat sudut pandang masyarakat, pembunuh, istri si korban, bahkan korbannya sendiri, kan? Saya cukup belajar memainkan sudut pandang tuh. Saya juga memahami: kalau menggunakan banyak sudut pandang tapi enggak menawarkan perbedaan, mending pakai satu aja. Pergantian sudut pandang dipakai dalam cerita kan buat membedakan suara. Jika suaranya tetap sama, penggunaan itu berarti sia-sia.

    Terakhir, entah kenapa saya teringat Akutagawa mengeluarkan jurus serangan supranatural bernama Rashomon di anime Bungo Stray Dogs. XD Udah pernah nonton, kah?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mas. Aku ngerasa tulisan di blog lama udah nggak cocok buat konsumsi publik.

      Tapi aku masih pengen tulisanku dibaca. Jadi blog satunya ya tak buat nulis untuk diri sendiri, yang ini pengennya tulisanku bisa dikonsumsi publik.

      Aku dulu baca cerpennya gara-gara tugas mata kuliah. Kalo nggak salah waktu itu materinya sastra polifonik.

      Bener, Mas. Penuturan sudut pandangnya kayak gitu. Nah, uniknya cerpen/film ini adalah, kita dibuat bingung cerita mana yang sebenarnya benar? Masing-masing tokoh punya kebenarannya sendiri-sendiri terhadap satu peristiwa. Ada beragam kebenaran di cerpen ini.

      Iya sih, bakal percuma kalo pake banyak sudut pandang tapi nggak bisa ada garis pembeda yang jelas. Malah bikin bingung ntar.

      Itu di episode berapa, Mas? Aku belum nonton lagi. Baru sampe episode 3 wkwkkwkw

      Delete
  2. Suka karyanya Kurosawa yang Ran. Kalau Rashomon kayaknya belum. Sayang film-film beliau sudah langka padahal aslinya keren-keren terutama untuk pencinta sinema lawas.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, mbak. film-filmnya udah langka. dari karya-karyanya, baru Rashomon yang berhasil aku tonton sampe selesai wkwkwkwk. yang lain kadang cuma ngintip awal2nya.

      Delete
  3. Halo, salam kenal juga mas :)
    Wah ternyata suka nonton film-film lawas ya?
    Sepertinya saya hanya sempat (atau baru) menonton satu saja film besutan beliau, apalagi kalau bukan Seven Samurai.
    Tetapi memang untuk menonton film-film di sama lampau butuh keinginan yang lebih dari sekedar untuk menonton film.
    ~ https://blog.didut.net/

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenernya kurang terlalu suka sama film hitam putih sih, mas. ini aku tonton gara-gara sebelumnya pernah baca versi cerpennya. akhirnya penasaran sama filmnya.

      sama mas, dari semua karyanya, aku juga baru nonton ini. yang lain cuma nonton awal2nya aja, terus nggak dilanjutin wkwkwk.

      Delete
  4. Bang maaf, pas liat judul yg aku inget malah pokemon. Aku kira filmnya semacam film pokemon gitu :')

    Kalau film lawas jepang yg paling lawas yg disuka crows zero dan GTO sih.

    ReplyDelete